Monday, December 17, 2007
Pendidikan di Asmat Tersendat-sendat
SEORANG siswa SMP YPPK St Yohanes Pemandi Agats-Asmat ditugaskan oleh guru bahasa Indonesia untuk melengkapi pribahasa “Tak ada rotan, …” Dengan sigap, anak itu mengatakan, “Tak ada rotan, cari di hutan!”
Jawaban yang betul adalah, “Tak ada rotan akar pun jadi.” Mendengar jawaban itu, sang guru hanya merekam dalam hati. Hari lain, masih dalam pelajaran yang sama, sang guru memberi tugas lagi untuk melengkapi pribahasa, “Ada gula ….” Siswa yang lain menjawab, “Ada gula, ada kopi, ada teh di rumah pak guru!” Jawaban yang benar adalah “Ada gula ada semut.” Sang guru pun tidak memarahi siswa. Belakangan, jawaban siswa itu menjadi cerita lucu di kalangan guru-guru muda di sekolah itu.
Itu merupakan salah satu cerita kecil untuk memotret lebih jauh kondisi pendidikan di Agats-Asmat. Kepala Sekolah SMP YPPK St Yohanes Pemandi, Sr Fransiska Pandong OSU mengatakan, pendidikan di Agats-Asmat tersendat-sendat.
Proses belajar-mengajar, lanjutnya sangat tidak efektif. Hal itu ditandai dengan guru-guru yang sering tidak hadir di kelas saat proses pembelajaran. “Kalau guru tidak hadir selama proses belajar-mengajar di kelas, untuk apa pendidikan. Sekolah apa itu? Guru-guru sering tidak disiplin,” ungkapnya.
Persoalan lain yang muncul adalah komunikasi yang kurang baik antara sekolah, para orang tua dan masyarkat. Komunikasi yang kurang baik ini, mempersulit proses pendampingan terhadap peserta didik. “Orang tua datang menyerahkan anaknya di sekolah dan dilepas begitu saja. Anak-anak pun tinggal berkelompok di bivak-bivak (pondok) tanpa pendampingan. Setelah mengantar mereka ke sini, orang tua kembali ke kampung. Sering kali anak-anak tidak masuk sekolah karena tidak punya makanan. Daripada mereka ke sekolah dalam keadaan lapar, lebih baik mereka tidur di bivak. Itu alasan mereka,” kisahnya.
Sering kali, lanjut Sr Siska, orang tua siswa datang mengamuk di sekolah kalau anaknya tidak naik kelas. Padahal memang tidak memenuhi syarat untuk naik kelas. “Orang tua sering tidak peduli dengan anak-anak mereka,” tegasnya.
Menurutnya, kerja sama semua pihak harus dibangun. Karena dengan demikian dapat memajukan pendidikan di Asmat. Bila kerja sama sudah terbangun dan berlangsung dengan baik, maka pendidikan nilai-nilai – kekatolikan, persaudaraan, kritis terhadap lingkungan, kepekaan lingkungan hidup – dapat berlangsung dengan baik. Pendidikan yang baik bagi orang-orang Asmat, memungkinkan mereka hidup lebih baik di masa depan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment