Saturday, March 27, 2010

EDISI FILM

Pada edisi kali ini, diturunkan dua tulisan mengenai Film 2012 dan Film Sang Pemimpi. Tulisan ini merupakan analisis tematik terhadap dua film tersebut. Selamat membaca. Semoga ada inspirasi bagi pembaca.

Mimpi: Utopia atau Energi yang Bergerak?




Menimbang Kekuatan Mimpi dalam Film Sang Pemimpi






Film Sang Pemimpi diputar di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia pada Kamis, 17 Desember 2009. Film garapan sutradara Riri Riza dan Mira Lesmana merupakan visualisasi dari novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Film ini merupakan sequel dari Film Laskar Pelangi. Dengan slogan ”film yang paling ditunggu tahun ini (2009)” Film Sang Pemimpi diharapkan mendapat apresiasi luas dari publik seperti Film Laskar Pelangi.



Film Sang Pemimpi menceritakan dan memvisualkan perjuangan tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron mewujudkan mimpinya mencari ilmu mulai dari Belitong sampai ke Perancis. Tetapi mereka harus bergulat dengan kenyataan kemiskinan yang mendera mereka dan terpisah dari orang tua.



Memiliki cita-cita besar untuk sekolah setinggi-tingginya seolah-olah hanya menjadi mimpi, jika kenyataan yang dihadapi adalah hidup terpisah dari orang tua dan keadaan ekonomi yang serba terbatas. Itulah pergulatan Ikal, Arai, dan Jimbron dalam film tersebut.


Ide film tersebut sudah klasik. Kisah-kisah perjuangan orang miskin sampai menjadi berhasil meraih ilmu dan ekonomi sudah jamak di negeri ini. Tetapi Film Sang Pemimpi secara elegan menyodorkan sebuah realitas dalam diri manusia yakni mimpi. Mimpi merupakan sebuah entitas yang inheren diri manusia. Sebagai entitas inheran dalam diri manusia, apakah mimpi semata-mata merupakan utopia? Atau mimpi merupakan energi dalam diri manusia yang terus bergerak ke arah perwujudan konkrit?


Filosof sekaligus sufi Ibnu Arabi mendefinisihkan mimpi sebagai bagian dari imajinasi. Imajinasi merupakan arena perjumpaan pengetahuan apriori yang bersumber dari ide murni dan pengetahuan aposteriori yang bersumber dari pengalaman inderawi. Imajinasi selalu aktif baik saat tidak tidur maupun sedang tidur.


Berpijak pada konsep tentang imajinasi tersebut, selanjutnya Ibn Arabi membagi mimpi menjadi tiga kategori. Pertama, mimpi yang berhubungan dengan peristiwa sehari-hari. Saat seseorang sedang bermimpi, sebetulnya orang itu sedang mengirimkan peristiwa yang dialami sehari-hari ke dalam batin dan direfleksikan. Dengan demikian, mimpi merupakan deret-deret asosiasi dari berbagai pikiran dan impresi atas pengalaman inderawi.


Kedua, mimpi sebagai pancaran dari objek-objek simbolik. Yang menyuplai objek-objek simbolik adalah imajinasi. Misalnya, mimpi melihat air teh. Air teh hanyalah simbol dari ide tentang air teh. Oleh karena itu, mimpi dalam kategori kedua ini harus diinterpretasi.


Ketiga, mimpi spiritual. Dalam kategori ini imajinasi tidak berperan. Melainkan batin yang berperan dengan merefleksikannya. Di sinilah wahyu Tuhan diturunkan. Dalam kisah para nabi misalnya, sering kali Tuhan berbicara kepada para nabi melalui mimpi.
Paralel dengan kategori ketiga Ibn Arabi tersebut, Wolfgang Bock, SJ mengatakan mimpi sering disebut sebagai “bahasa sandi Tuhan” karena mimpi adalah cara Tuhan menyapa manusia dan menyampaikan pesan-Nya.


Psikolog analitik Sigmund Freud mengatakan mimpi menunjuk pada pemenuhan kebutuhan batin manusia lewat fantasi dan imaginasi. Bagi Freud mimpi dan simbolnya merupakan ‘jalan lebar dan pintu masuk’ menuju alam bawah sadar manusia saat itu.
Oleh karena itu interpretasi terhadap mimpi harus menggunakan metode ‘teknik assosiasi yang bebas’. Artinya ketika si pemimpi itu ditanya secara spontan untuk menceritakan kembali mimpinya, apa pun yang muncul dalam kesadarannya itulah yang harus diperhatikan.


Ungkapan-ungkapan verbal dengan kata-kata menimbulkan asosiasi lain, merupakan ungkapan mengenai keadaan batinnya yang sesungguhnya. Dari simbol-simbol mimpi yang diungkapkan dan assosiasi bebas yang menyertainya dapat diketahui keadaan batin orang yang bermimpi.
Gagasan Ibn Arabi dan Sigmund Freud di atas, menunjukkan bahwa mimpi bukan merupakan utopia. Sebagai entitas inheren dalam diri manusia, mimpi merupakan energi dalam diri manusia, yang terus bergerak ke arah perwujudan konkrit. Pergerakan menuju perwujudan konkrit merupakan keniscayaan karena apa yang dimimpikan terkait erat dengan realitas hidup yang dialami manusia sehari-hari.


Kata ”mimpi” dalam Film Sang Pemimpi, merupakan metafora tentang harapan dan cita-cita untuk meraih sesuatu yang lebih baik demi kehidupan yang lebih bermartabat. Metafora itu sejajar dengan uraian Ibn Arabi dan Sigmund Freud, terutama keterkaitan antara realitas konkrit yang disadari dan pergulatan batin atau alam bawah sadar.


Harapan dan cita-cita dalam batin kerap kali menginterupsi manakala kita sibuk dengan aktivitas di alam sadar kita. Aktivitas alam sadar juga kerap kali membentuk harapan dan cita-cita kita. Ini tervisualisasi dengan jelas dalam Film Sang Pemimpi.


Harapan dan cita-cita yang memukimi batin diwujudkan melalui kerja keras Ikal, Arai, dan Jimbron di dunia sadar mereka. Ketiganya berhasil. Pada titik inilah kita bisa mengarifmasi perkataan novelis Brasil Paulo Coelho melalui tokoh Alchemist dalam novelnya The Alchemist, ”Ikutilah mimpimu maka energi alam semesta akan menuntunmu untuk mewujudkannya.”

Film 2012: Provokasi Terhadap Iman Manusia?



Film 2012 garapan sutradara Roland Emmerich laris manis di beberapa belahan dunia. Sejak dirilis 13 November 2009, film tersebut langsung merebut 65 juta dolar AS dalam waktu hanya dua hari.


Meski laris manis di negara-negara lain, film itu “bernasib buruk” di mata MUI. MUI Palembang dan MUI Malang mengeluarkan fatwa bahwa film itu menyesatkan karena mendahului Tuhan Yang Mahakuasa dalam menentukan saat kiamat yang akan terjadi tahun 2012. Untuk itu, film tersebut tidak layak ditonton dan tidak boleh diputar di bioskop-bioskop di Indonesia.
MUI boleh memfatwa film tersebut sebagai film sesat. Tetapi masyarakat, terutama di Jakarta tetap dapat memperoleh film tersebut meskipun bajakan seharga Rp. 5000 – Rp. 10.000, yang dijual di angkutan-angkutan umum.


Film 2012 adalah fiksi sains. Meski demikian, jika ditonton secara tenang dan memotret persoalan bencana alam yang digambarkan oleh sutradara sebagai kiamat dalam film tersebut secara jernih, sesungguhnya muncul sebuah problem ketuhanan yang besar di sana. Meskipun fiksi, film tersebut sanggup memprovokasi iman manusia.


Dalam sebuah kesempatan kuliah Religiositas di Universitas Multimedia Nusantara, beberapa mahasiswa-mahasiswi yang sudah menonton film tersebut mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini, “Jika Tuhan mahabaik dan mahakuasa, mengapa Tuhan membiarkan bencana alam yang mengakibatkan manusia menderita dan meninggal dunia?” Seorang mahasiswi juga bertanya, “Mengapa Tuhan tidak mengintervensi mekanisme alam – seperti gampa bumi – yang diciptakanNya supaya tidak menimbulkan penderitaan bagi manusia?”

Mempersoalkan iman
Pertanyaan dua mahasiswa tersebut mencerminkan problem ketuhanan yang mendalam. Peristiwa bencana alam yang sering terjadi di negeri ini atau seperti yang diimajinasikan dalam film tersebut, kerap kali menjadi kesempatan bagi manusia untuk mempersoalkan kembali iman pada Tuhan sekaligus mempersoalkan Tuhan yang diimani. Hal ini merupakan cermin dari upaya manusia untuk mempertanggungjawabkan imannya secara rasional.


Mempersoalkan kembali iman dan Tuhan saat berhadapan dengan bencana alam yang menimbulkan penderitaan bagi manusia, merupakan sebuah teodicea. Teodicea adalah penghadapan Tuhan pada pengalaman atau fakta keburukan (malum). Keburukan (malum) adalah sesuatu yang menyebabkan manusia menderita.


G.W Leibniz dan Immanuel Kant (Paul Budi Kleden, Membongkar Derita, 2006, 18) membedakan malum menjadi tiga ketegori. Pertama, malum physicum yakni keburukan alamiah yang terletak pada kenyataan negatif yang ditimpakan alam kepada manusia, seperti bencana alam. Kedua, malum morale atau keburukan moral yang dibuat manusia terhadap manusia lain, seperti perang, korupsi, dan kekerasan. Ketiga, malum metaphysicum (keburukan metafisik) yakni keburukan yang terletak pada struktur dasar keterbatasan manusia, seperti kematian.


Malum physicum yang diimajinasikan Film 2012 dan yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, merupakan keburukan yang paling telak menggugat gambaran manusia tentang Tuhan sebagai subjek yang mahakuasa dan mahabaik. Pertanyaan provokatif dua mahasiswa yang tertulis di atas bisa diradikalkan begini, ”Apakah Tuhan sungguh-sungguh mahakuasa? Jika Tuhan mahakuasa, mengapa Tuhan tidak bisa mengintervensi malum physicum supaya manusia tidak menderita? Bukankah dengan mengintervensi kemahabaikan Tuhan dipertegas sendiri oleh Tuhan?”

Tuhan adalah Tukang Jam Dinding
Berhadapan dengan malum physicum yang menimbulkan penderitaan bagi manusia, manusia dapat berkata bahwa Tuhan tidak lebih seperti Tukang Jam Dinding sebagaimana terungkap dalam pemikiran deisme. Dalam deisme, diasumsikan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan seluruh mekanismenya dan setelah itu Tuhan tidak mengintervensi lagi alam semesta yang bekerja sesuai mekanismenya. Tuhan seperti itu tidak lebih dari seorang Tukang Jam Dinding, yang setelah membuat jam dinding, ia membiarkan jam dinding itu bekerja sesuai dengan mekanisme dalam jam dinding yang sudah dibuatnya.


Asumsi Deisme ini merupakan sebuah gugatan terhadap iman manusia yang meyakini Tuhan sebagai subjek yang mahabaik. Jika Tuhan mahabaik, berarti Tuhan dapat dan mau mengintervensi atau menghentikan malum physicum seperti gempa bumi supaya manusia tidak menderita. Intervensi Tuhan itu sekaligus membuktikan bahwa Tuhan memang mahabaik sebagaimana yang diyakini manusia. Dengan demikian, iman akan Tuhan yang mahabaik bukan merupakan tindakan yang sia-sia.


Tetapi jika Tuhan tidak dapat mengintervensi malum physicum dan manusia tetap menderita karenanya, maka Tuhan bukan subjek yang mahabaik dan mahakuasa. Hal ini berarti kebaikan dan kekuasaan Tuhan terbatas. Tuhan bukan mahabaik dan mahakuasa.
Atau Tuhan tetap mahabaik dan mahakuasa, tetapi Ia tidak mau mengintervensi malum physicum dan membiarkannya terjadi karena merupakan mekanisme alam. Ini paralel dengan asumsi yang dibangun dalam deisme tersebut. Setelah Tuhan menciptakan alam semesta dengan seluruh mekanismenya, Ia membiarkan ciptaanNya berjalan sendiri sesuai mekanisme seperti jam dinding.

Rasionalitas iman
Provokasi terhadap iman manusia kepada Tuhan dari Film 2012 yang kemudian dikerucutkan dengan menengok kembali deisme, memang rasional. Menghadapi provokasi yang rasional itu, manusia beriman harus mempertanggungjawabkan imannya secara rasional pula. Iman harus memiliki rasionalitas karena dengannya memungkinkan manusia menghayati religiositas secara jujur dan jernih.


Mempertanggungjawabkan iman secara rasional, bisa dengan mempertimbangkan kembali providentia Dei atau penyelenggaraan Tuhan saat menciptakan universum, khususnya terhadap manusia. Tuhan menciptakan manusia dan menganugerahinya kondisi dasar daya-daya spiritual yakni hasrat pada yang ilahi, rasionalitas, kebebasan, hati nurani, dan perasaan. Daya-daya spiritual itu bermukim dalam kebertubuhannya. Manusia mewujudkan daya-daya spiritual itu melalui tindakan-tindakan konkrit ragawi. Providentia Dei dalam kondisi dasar manusia tersebut mengandung arti determinen. Tuhanlah yang menentukan secara mutlak manusia dengan kondisi dasar seperti itu.


Providentia Dei tetap berlangsung setelah menciptakan universum yang di dalamnya termasuk manusia. Tetapi providentia Dei postpenciptaan, tidak lagi berarti determinen Tuhan. Melainkan providentia Dei itu sebagai tawaran kepada manusia. Providentia Dei sebagai tawaran mengandung dua aspek penting. Pertama, Tuhan menghargai manusia yang memiliki daya-daya spiritual dan kebertubuhannya. Kedua, dengan daya-daya spiritual dan kebertubuhan itu, manusia dapat merespon malum physicum yang terjadi dalam universum (alam semesta).


Ketika berhadapan dengan malum physicum seperti yang diimajinasikan dalam Film 2012 atau yang nyata terjadi dalam kehidupan manusia dewasa ini, manusia dapat menggunakan daya-daya spiritual dan kebertubuhannya untuk menyelesaikan persoalan penderitaan manusia. Selain itu, manusia juga dapat menyiasati malum physicum yang bisa saja tetap terjadi pada masa yang akan datang. Siasat itu sebagai antisipasi terhadap penderitaan yang bisa saja akan terjadi dan menimpa manusia. Antisipasi itu melibatkan kondisi dasar manusia. Dengan demikian, menolak Tuhan karena seolah-olah membiarkan malum phisicum terjadi yang mengakibatkan penderitaan bagi manusia, merupakan sebuah sikap gegabah yang irasional. Selain itu juga mematikan kondisi dasar manusia tersebut.

Saturday, March 13, 2010

EDISI SASTRA

Edisi ini menurunkan Sajak-sajak terbaru. Selamat membaca dan merenungi kata-kata.

Tulang Rusuk


-kepada istriku C. Dian Anggraeni

1.

saat dahaga yang kian mencekik sukmaku
dikau hadir dengan setangkup embun surgawi
pada tanah sukmaku yang kersang
percik demi percik dikau taburkan embun surgawi
sekarang aku tahu
dan selalu tahu
dikau yang sekarang hadir dengan setangkup embun surgawi
dan memerciknya pada tanah sukmaku
adalah orang yang dicuri Tuhan dari diriku
saat Tuhan meneteskan eros
pada ayah dan ibuku
atau aku
adalah orang yang dicuri Tuhan dari dirimu
saat Tuhan meneteskan eros pada ayah dan ibumu?

2.

semusim yang lalu
eros kita bertemu
ketika padang savana yang sedang menghijau
saat itu dawai-dawai angin
tengah menabuh rerumputan
dan selama semusim
angin yang menabuh rerumputan
menyejukkan rahimmu

3.

kemarin
saat siang pecah di ubun-ubun
angin dalam rahimmu
berhembus keluar
menuju dunia
sambil membawa ari-ari
dan memikul air ketuban
dia menyapa dinding-dinding bunga pemangsa serangga
yang pada musim lalu
menjadi pintu gerbang
eros kita
saat sudah melewati pintu gerbang eros
tangisnya mendawai
membubung ke langit
menggema ke setiap ceruk bumi

4.

ia mengalir ke padang savana
ia menari
bersama dayang-dayang bunga rerumputan
saat mata kita menatapnya
ia mengirim cinta untuk kita
saat kita memanggilnya pulang
ia menulis sajak untuk kita
“aku mau menebar angin hidup di semesta”

5.

Tuhan pun menuduh kita
kita telah mencuri anakNya
kitapun hanya tersenyum


Saat rindu padamu menderaku
8 Februari 2010

Tarian Anapena di Padang Savana


-Sajak Dialogis Kris Bheda Shomepers dan Alexander Aur untuk Nicholas Angin Padang Savana dan Anapena

tidur savana membangunkanku
akan kunarikan anapenaku

anapena menari di pelataran padang savana
angin mendesau di pucuk eukaliptus
tarian anapena kian menggairahkan

meleleh tinta hijau
jadi sajak di padang savana
jadi pijak pada waktu yang akan lalu
jadi tonggak sejarah
savana jadi jejak

jejak anapena jadi prasasti
melumat waktu merangkai ruang
menyusur ruang-ruang padat kata sarat makna
dendang riang bunga padang savana
saat jemarinya menyulam kata

jadi kata bernyawa
inkarnasi syair
seperti kristus sudah menjadi daging
syair itu pun bertubuh
bangun ketika malam tidur tafakur
merenung ketika siang beringas panas
antara salib dan pembebasan
penanya merentang dari timur ke barat
dari lahir menuju kematian

kematian ada menjadi hidup
adanya ada hidup abadi menyetubuhi padang savana
dalam gelora gairah angin
mereka yang mengunyah syair bertubuh dari anapena
menari-nari di puncak bebukitan
menebar tawa pada setiap ceruk semesta

-syair ini ditulis bersama lewat chating di wall FB 26-2-10-

Belalang Busung Lapar


- kepada orang-orang yang busung lapar


dua sukma
bercerita pada sebongkah loh batu
tentang lara belalang busung lapar

ceritalah
pada loh-loh batu
dengan warna-warni tintamu
jangan biarkan penamu
tersumbat oleh penat pekat belalang busung lapar

loh-loh batu sejarah
angin takkan menggerus
terik padang takkan menghanguskan
savana takkan merimbuni

warna-warni tinta penamu
menapak pada loh-loh batu
ingatkan dua sukma
para cerita sebongkah loh batu
tentang ingatan sejarah
belalang busung lapar


Bus Mayasari Jurusan Cawang Jakarta Timur-Cikarang Bekasi Jawa Barat
06 Maret 2010

Sekelebat Harapan dalam Uap Kopi

- kepada petani kopi

kutahu
kau mengetuk penamu
lewat uap kopi dari gelas kopi di sampingku
lalu sekelebat harapan berkelindan dalam uap kopi
di tengah malam ini

angin yang tengah berkata-kata lewat ventilasi huma mungil ini
sontak mengajak penamu
menyulam kata-kata
dan bernyanyi tentang
sekelebat harapan dalam uap kopi

mendadak sunyi
mabuk
bukan oleh cafein kopi dalam cangkir
tetapi oleh sekelebat harapan
yang berkelindan dalam uap kopi
yang akan disulam angin dan pena
di ladang-ladang kopi

harapan itu meleleh
dari gayo
mengalir ke sidikalang
lalu ke lampung
terus ke rawaseneng
naik ke toraja
turun ke flores
merembes ke gubuk-gubuk petani kopi
menggenangi sukma gersang petani kopi

sekelebat harapan dalam uap kopi
menampar muka importir kopi!
tenggelamkan kontainer-kontainer kopi dari asia tengah
ke palung-palung laut terdalam!

sekelebat harapan dalam uang kopi
bersumpah serapah!
kau serakah!
kau rakus!
penindas!
pencuri!

sekelebat harapan dalam uap kopi
merangsek ke dalam selang-selang besi pabrik kopi instan
memisahkan kopi dari jagung
menceraikan bubuk kopi yang dipaksa kawin dengan bubuk jagung gosong
menendang keluar pengawet kimia buatan pabrik
lalu memendamkannya dalam lumpur oli kotor mesin pabrik kopi instan
pergi kau pengkhianat!
jangan kau nodai kelezatan kopi murni!
jangan kau kangkangi ibu-ibu petani kopi
yang saban pagi mendendangkan lagu nikmat kopi murni untuk suaminya!

sekelebat harapan dalam uap kopi
merangkul penikmat kopi
yang tengah keracunan kopi instan bercampur bubuk jagung
dan pengawet kimia buatan pabrik

“mari kawan....
kita menyeduh kebahagiaan untuk petani-petani kopi
dalam cangkir-cangkir kopi murni
pilihlah....
pilihlah kawan...
arabika sidikalang....
arabika gayo....
arabika toraja....
arabika flores....
robusta lampung....
robusta rawaseneng....
tai luwak sidikalang....
pilihlah...
pilihlah kawan....
semua asli dari tanah indonesia
asli dari anus luwak yang menari di dahan-dahan rimba
asli buah tarian tangan ibu-ibu petani kopi
pada lesung-lesung kayu

sekelebat harapan dalam uap kopi
bermain-main dengan anak-anak petani kopi
di ladang-ladang kopi
semat-menyemat bunga kopi pada telinga
saat itu
cangkir-cangkir kopi murni
meleleh
merembes
ke segala ceruk dan lekuk semesta
seraya mengapungkan
angin dan pena
yang terus menyulam kata-kata
tentang
sekelebat harapan dalam uap kopi


Desa Sukaragam Cikarang Selatan Bekasi Maret 2010
Saat menikmati secangkir kopi Javaro di tengah malam senyap

Capung-capung yang Lupa Pulang


malam menera petang
yang lewat dengan dendang
jarum-jarum air menikam debu

lukisan cintamu
menari di lekuk sunyi
beringas telah mencair
merembes ke langit malam

kita memeluk telanjang
saat embun minta disetubuhi
capung yang lupa pulang ke sarang
menabrak malam
kita
capung-capung yang lupa pulang

di sarang capung
belia-belia hijau
menunggu cipak
embun yang minta disetubuhi
menunggu
menanti
merindu
kita
capung-capung yang lupa pulang

pulang karena cinta
pergi karena kerja
pulang
pulanglah...
kita
capung-capung yang lupa pulang


Bis Mayasari Jurusan Poris Banten-Pulogadung Jakarta Timur
Sabtu 06 Maret 2010

Pintu Huma Masa Depan

- kepada almarhum Pastor Aniceto Morini SX

kepada kami
anak anak ingusan
engkau selalu bercerita tentang huma masa depan
lewat kepul-kepul asap rokok yang berdesakkan keluar
dari rongga mulut malaikatmu

kepada kami
anak anak ingusan
engkau selalu bercerita tentang Dia yang disalibkan
lewat cetak cetik jari jemarimu pada mesin ketik tua
yang bernyanyi di tengah sunyi huma novisiat

kepada kami
anak anak ingusan
engkau tunjukkan kesahajaan
lewat tulang berbalut kulit tubuhmu

kepada kami
anak anak ingusan
engkau selalu bertutur tentang ranah minang yang subur
yang selalu menumbuhkan sabda-sabda Dia yang disalibkan
kesantunan anak-anak minang menggairahkanmu
kesalehan lelaki minang memikatmu
kejelitaan perempuan minang menyapamu
lembah ngarai minang menjemputmu
debur ombak teluk bayur menyihirmu
rimba raya minang menggandengmu
pantun bijak orang minang menggetarkanmu
saat engkau mengisahkan Dia yang disalibkan
di ranah minang
pintu huma masa depan sudah kau buka

kepada kami
anak anak ingusan
engkau ujarkan
”aku makin percaya dan beriman
Dia yang disalibkan sudah lahir di ranah minang
sebelum kakiku menjejak di negeri pagaruyung”

kepada kami
anak anak ingusan
engkau bersumpah
”sekali jejakku tertanam di ranah pagaruyung
tak setengah langkahpun mundur ke roma!
sekali menenggak air indonesia
tak setetespun anggur italia memabukkanku!
sekali minang selalu di kalbuku!
sekali indonesia abadi di jiwaku!
sekali cinta indonesia terlukis setia di tubuhku!
cintaku pada minang
membakarku!
cintaku pada indonesia
menghanguskanku!”

kepada kami
anak anak ingusan
engkau ajarkan ketulusan
lewat koma yang memasungmu tahun demi tahun
tahun tahun deritamu yang sepi lamentasi
adalah tahun tahun pengabdian yang terakhir pada dunia dan Dia

kemarin
di tengah hening huma novisiat
engkau pamit dengan kami
anak anak ingusan
engkau masuk dalam halaman huma masa depan
yang pintunya gerbangnya
sudah engkau buka puluhan tahun silam

engkau berkata dalam senyap
”aku menantimu anak anakku yang masih ingusan
di gerbang huma masa depan
kelak, di halaman huma masa depan aku akan mendengar cerita kalian
tentang kehidupan di luar huma masa depan”


Bintaro Banten-Cikarang Jawa Barat
11-12 Maret 2010
saat mengenang teladan hidup Pastor Aniceto Morini SX

Hutan Hujan Tropis


pernahkah engkau baca
kisah seorang anak yang menarikan pena pada batang batang kayu
tentang desah angin yang bercumbu dengan daun-daun?

pernahkah engkau lihat
gurat erotik pena seorang anak pada helai helai jamur kuping
tentang angin yang tengah disundut syahwat dan ingin mencumbu bunga anggrek hitam?

pernahkah engkau dengar
lagu sendu seorang anak yang penanya macet kala sedang menulis puisi tentang kesedihan seekor nuri yang sedang masuk angin?

jika
engkau tak pernah baca
jika
engkau tak pernah lihat
jika
engkau tak pernah dengar
tentang
semua itu

maka
itu tanda bahwa engkau sedang berjalan
menuju padang pasir
itu tanda bahwa engkau sedang pergi
menuju gurun yang terik
itu tanda bahwa engkau sedang melenggang
meninggalkan hutan hujan tropis

sebelum engkau berjalan
duduklah sejenak di sini
bacalah kisah seorang anak tentang desah angin yang mencumbu daun-daun
sebelum engkau pergi
pandanglah sejenak
gurat erotik seorang anak tentang angin yang tengah disundut syahwat yang ingin mencumbu bunga anggrek hitam
sebelum engkau melenggang
dengarlah sejenak lagu sendu seorang anak ketika penanya macet tatkala menulis puisi tentang kesedihan seekor nuri yang masuk angin
sebelum engkau melenggang
rasakahlah sejenak
bau hutan hujan tropis yang lebih harum dari bau parfum apapun

kalaupun engkau tetap mau pergi
bawalah kisah seorang anak tentang desah angin yang mencumbu daun-daun
selipkan pada rambutmu gurat erotik seorang anak tentang angin yang disundut syahwat
dalam perjalananmu
dendangkanlah lagu sendu seorang anak tentang kesedihan seekor nuri yang masuk angin
di kala penat
segarkan dirimu dengan bau hutan hujan tropis

semoga suatu saat nanti
engkau sadar
bahwa hutan hujan tropis
adalah jantung yang selalu memompa kehidupan untuk semesta


Desa Sukaragam Cikarang Selatan
12 Maret 2010, saat malam di beranda senja